topbella

Jumat, 07 Januari 2011

MACAM-MACAM KARYA TULIS


Skripsi

Skripsi adalah laporan tertulis hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dengan bimbingan Dosen Pembimbing Skripsi untuk dipertahankan di hadapan Penguji Skripsi sebagai syarat untuk memperoleh derajat Sarjana.
Skripsi merupakan hasil penelitian yang asli atau pembuktian yang dapat bersifat memperbaharui, mengembangkan, menemukan, dan menegaskan teori-teori/fakta-fakta dalam ilmu-ilmu yang dipelajari calon sarjana serta dapat berupa penelitian dasar, penelitian terapan, atau gabungan keduanya.

Tesis

Tesis adalah karya ilmiah mahasiswa produk mahasiswa Program S2 untuk gelar Magister atau Master dalam bidang ilmu tertentu. Tesis merupakan karya ilmiah yang berupaya memotret dan menganalisis sesuatu fenomena ilmu pengetahuan secara komprehensif dengan menggunakan teori ilmu pengetahuan yang ada.
Variabel yang diteliti untuk tesis biasanya lebih banyak dari skripsi, bisa 3, 4, dan seterusnya tergantung si peneliti. Teknik yang digunakan mulai dari regresi ganda, path analysis, SEM, atau bisa juga penelitian kualitatif namun permasalahan yang diteliti mencakup seluruh fenomena yang dibahas (jadi sangat komprehensif).

Biasanya ada dua pilihan bentuk penulisan tesis berdasar tipe penelitian yang dilakukan. Bentuk penulisan itu adalah:
  1. Penulisan tesis bentuk hypothetico deductive (pendekatan kuantitaif). Bentuk penulisan ini diperuntukan bagi mahasiswa yang mengambil kelas Akuntansi Keuangan (Riset)/kelas pagi. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan bagi mahasiswa Kelas Pagi untuk mengambil case study research.
  2. Penulisan tesis bentuk Case Study Research (pendekatan kualitatif). Bentuk penulisan ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang mengambil klas Akuntansi Profesional/klas malam dan Akhir Pekan. Pilihan penulisan tipe ini bersifat fakultatif, mahasiswa yang mengambil kelas akuntansi profesional juga diperkenankan untuk memilih penulisan tipe hypothetico deductive.

.

Disertasi

Disertasi adalah karya ilmiah mahasiswa Doktor (S3) untuk mencapai gelar Doktor (Dr). Disertasi berupaya menciptakan suatu teori baru dengan menguji hipotesis yang disusun berdasarkan teori yang sudah ada.
Disertasi adalah karya ilmiah level 3 (satu tingkat di atas tesis). Kalau tesis hanya menjawab rumusan masalah berdasarkan teori yang disusun dalam hipotesis (hanya melihat apakah teori tersebut relevan atau tidak) maka Disertasi dapat menolak atau membantah teori yang sudah ada, dan menyusun teori baru.


Perbedaan Skripsi, Tesis dan Disertasi

Tesis adalah penelitian mendalam,  yang sungguh-sungguh dilakukan dengan proses  yang berasal dari berbagai informasi dan data yang dikumpulkan.   Tesis berangkat dari suatu masalah dan bagaimana kita menyelesaikan suatu masalah tersebut dengan menggunakan pandangan dan analisis  mendalam  kita  berdasarkan ilmu, teori, puluhan jurnal yang kita pahami dan berbagai data yang kita miliki.  Sedangkan Disertasi lebih dari sekedar penelitian mendalam. 
Disertasi membutuhkan originalitas ide dan melakukan penelitian sesuatu yang baru, berdasarkan puluhan bahkan ratusan makalah dan jurnal yang telah dibaca dan dipahami.  Disertasi bukan belajar penelitian, bukan hanya mendalami penelitian, tetapi lebih dari itu,  menciptakan suatu ide yang baru, menciptakan atau mengembangkan teori yang baru dalam rangka melakukan sesuatu yang bermanfaat guna mensejahterakan umat manusia dan ini butuh waktu bertahun-tahun.  Disertasi sebaiknya dilakukan berasal dari pengembangan tesis yang telah ia lakukan sebelumnya.
Berikut adalah table yang menunjukkan perbedaan antara Skripsi, Tesis dan Disertasi, sehingga lebih memudahkan pembaca untuk membaca “peta kekuatan” ketiga jenis tugas akhir ini.





Tabel 1.  Perbedaan Umum antara Skripsi, Tesis dan Disertasi
 No
Aspek
Skripsi
Tesis
Disertasi
1
Jenjang
S1
S2
S3
2
Permasalahan
Dapat diangkat dari pengalaman empirik, tidak mendalam
Diangkat dari pengalaman empirik, dan teoritik, bersifat  mendalam
Diangkat dari kajian teoritik yang didukung fakta empirik, bersifat sangat mendalam
3
Kemandirian penulis
60% peran penulis, 40% pembimbing
80% peran penulis, 20% pembimbing
90% peran penulis, 10% pembimbing
4
Bobot Ilmiah
Rendah – sedang
Sedang – tinggi.  Pendalaman / pengembangan terhadap teori dan penelitian yang ada
Tinggi, Tertinggi dibidang akademik.  Diwajibkan mencari terobosan dan teori baru dalam bidang ilmu pengetahuan
5
Pemaparan
Dominan deskriptif
Deskriptif dan Analitis
Dominan analitis
6
Model Analisis
Rendah – sedang
Sedang – tinggi
Tinggi
7
Jumlah rumusan masalah
Sekitar 1-2
Minimal 3
Lebih dari 3
8
Metode / Uji statistik
Biasanya  memakai uji Kualitatif / Uji deskriptif, Uji statistik parametrik (uji 1 pihak, 2 pihak), atau Statistik non parametrik (test binomial, Chi kuadrat, run test), uji hipotesis komparatif, uji hipotesis asosiatif, Korelasi, Regresi, Uji beda, Uji Chi Square, dll
Biasanya memakai uji Kualitatif  lanjut  /  regresi ganda, atau korelasi ganda, mulitivariate, multivariate lanjutan (regresi dummy, data panel, persamaan simultan, regresi logistic, Log linier analisis,  ekonometrika static & dinamik, time series ekonometrik) Path analysis, SEM
Sama dengan tesis dengan metode lebih kompleks, berbobot yang bertujuan mencari terobosan dan teori baru dalam bidang ilmu pengetahuan
9
Jenjang Pembimbing / Penguji
Minimal Magister
Minimal Doktor dan Magister yang berpengalaman
Minimal Profesor dan Doktor  yang berpengalaman
10
Orisinalitas penelitian
Bisa replika penelitian orang lain, tempat kasus berbeda
Mengutamakan orisinalitas
Harus orisinil
11
Penemuan hal-hal yang baru
Tidak harus
Diutamakan
Diharuskan
12
Publikasi hasil penelitian
Kampus Internal dan disarankan nasional
Minimal Nasional
Nasional dan Internasional
13
Jumlah rujukan / daftar pustaka
Minimal 20
Minimal 40
Minimal 60
14
Metode / Program statistik yang biasa digunakan
Kualitatif / Manual, Excel, SPSS dll
Kualitatif lanjut / SPSS, Eview, Lisrel, Amos dll
Kualitatif lanjut / SPSS, Eview, Lisrel, Amos dll



Laporan Penelitian

Laporan Penelitian adalah suatu karya ilmiah yang ditulis setelah penulis melakukan suatu penelitian yang didalamnya telah melakukan suatu eksperimen ataupun pengamatan terhadap suatu masalah/bahasan dengan melakukan tes dan pengukuran.

Laporan penelitian merupakan  suatu rangkuman dari hasil selama meneliti suatu permasalahan, laporan penelitian harus ditulis secara jujur sesuai dengan apa yang telah dilakukan pada penelitiannya baik hasil maupun pengaruh yang telah ditemukan dalam penelitiannya. Orang yang menulis suatu laporan penelitian harus mempunyai kemampuan dalam menulis laporan, karena harus sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.


Laporan Kasus

Suatu tulisan yang dikerjakan setelah melihat suatu kejadian permasalahan,
tujuan dari ditulisnya laporan kasus adalah untuk menceritakan secara lengkap dan
jelas mengenai apa yang telah dilihat dari suatu masalah. Didalam laporan kasus
penulis tidak perlu memberikan laporan mengenai cara-cara dalam menyelesaikan suatu permasalahan tersebut, namun hanya menyampaikan secara detail apa yang telah dilihat saja.
Monograf

Monograf adalah sebutan lain untuk buku, dan digunakan untuk membedakan terbitan tersebut dengan terbitan berseri. Monograf berisi satu topik atau sejumlah topik (subjek) yang berkaitan, dan biasanya ditulis oleh satu orang. Selain itu, monograf merupakan terbitan tunggal yang selesai dalam satu jilid dan tidak berkelanjutan.
Dalam ilmu perpustakaan, definisi monograf adalah terbitan yang bukan terbitan berseri yang lengkap dalam satu volume  atau sejumlah volume yang sudah ditentukan sebelumnya. Monograf berbeda dengan terbitan berseri seperti majalah, jurnal, atau surat kabar
Monograf adalah tulisan (karangan, uraian) mengenai satu bagian dari suatu ilmu atau mengenai suatu masalah tertentu. Monograf ditulis dengan tujuan untuk memberikan keterangan kepada pembaca, agar pembaca dapat mengerti mengenai apa yang telah ditulis oleh penulis. Isi dari monograf harus saling berkaitan dari satu bab ke bab yang lain, monograf merupakan suatu karya ilmiah dan sasarannyapun ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai pemikiran yang berdasarkan keilmuan.

Referat

Kertas kerja yang disampaikan dalam pertemuan ilmiah (seminar, konferensi).

Kabilitasi

Kabilitasi adalah tulisan dibuat dengan tujuan memberikan informasi kepada publik, yang dilakukan pada acara tertentu. Biasanya kabilitasi terbit setiap Minggu sekali atau satu bulan sekali dalam suatu pertemuan rutin.
  

Rabu, 05 Januari 2011

Electrocauter dan Electrosurgery

Kauterisasi
Bovie menemukan bahwa arus bolak balik berfrekuensi tinggi sebesar 250.000-2.000.000 Hz dapat digunakan untuk menginsisi atau mengkoagulasi jaringan untuk mendapat hemostatis. Teknik ini pertama kali dipopulerkan oleh Cushing dalam bedah syaraf dan digunakan juga pada jenis operasi lain.
Bila arus tidak terhalang, maka eketroda aktif (misalnya ujug alat bedah elektro yang kecil) bertindak sebagai pisau yang kurang menimbulkan perdarahan. Sel pada ujung garis insisi akan terdisintegrasi, walaupun panas menimbulkan luka bakar ringan, yang dapat memperbesar sensitivitas terhadap infeksi.


Electrocauter

Listrik berfrekuensi tinggi dipergunakan untuk mengontrol perdarahan pada waktu operasi. Searing (=cauterisasi=pembakaran) telah digunakan 2000 tahun yang lalu untuk menghentikan perdarahan pada luka menganga yaitu dengan menggunakan gulungan kawat panas diletakkan pada luka tanpa anasthesi/pembiusan.
Kauterisasi yaitu suatu pembakaran dengan menggunakan frekuensi listrik 2 Mhz, tegangan kurang atau sama dengan 15Kv. Ini menunjukan dasar elektrokauter  dan eletrosurgery.
Elektrocauter dan elektrosurgery keduanya berbeda dalam peralatan tetapi menggunakan probe serta buttplate electrode yang sama. Sebelum melakukan kauterisasai, mula-mula diolesi dengan pasta dipunggung penderita kemudian buttplate electrode ditempatkan pada punggung penderita yang sedang berbaring dan diusahakan agar kontak yang baik dengan badan agar dapat terhindar dari bahaya syok. Apabila probe dimasukan kedalam jaringan maka akan dilewati arus dengan frekuensi tinggi sehingga diperoleh daya sekitar probe tersebut.
Power density pada probe = 3,3 x103 W/cm3
Frekuensi kawat pada probe = 5 Mhz.
Jaringan dengan 0,25 mm diameter terdapat 15W.
Power density dapat meningkatkan temperatur sekitar 800C
pada probe ; pada jarak 1,25cm dari probe terdapat 0,1C.


Penggunaan electrocauter
1.      Tonsilektomi
Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung.






Bahaya Penggunaan Electrocauter

Konsep mencapai hemostasis dengan panas akan kembali ke ratusan tahun. Elektrokauter telah digunakan sejak akhir 1920-an untuk mengendalikan perdarahan. Selama bertahun-tahun, elektrokauter telah menjadi fasilitas yang sangat berharga yang banyak digunakan pada operasi. Aplikasi ini dengan cepat berkembang untuk mendapatkan lapangan operasi berdarah selama prosedur pembedahan.


Bahkan sayatan kulit dibuat dengan elektrokauter karena kecepatan nya, rasa sakit sedikit dan hemostasis. Namun, penggunaan elektrokauter disertai dengan bahaya tertentu untuk pasien, ahli bedah operasi dan staf operasi. Bahaya ini termasuk luka bakar, listrik, kebakaran ruang operasi, menghirup asap diatermi dan gen mutation.
Luka bakar akibat elektrokauter dapat terjadi di salah satu berikut:

v Sungsang dalam isolasi rangkaian listrik yang menyebabkan luka bakar di lokasi kontak kulit selama aktivasi dari elektroda.

v Sebuah aktivasi yang tidak disengaja sirkuit sambil melakukan sesuatu yang lain sehingga elektroda aktif beristirahat di hasil kulit pasien dalam luka bakar.

v Cedera bakar yang diderita oleh ahli bedah atau staf operasi karena kontak langsung dengan elektroda aktif, misalnya, tusukan pada sarung tangan bedah.

v Terbakar pada kulit atau rongga (umbilikus misalnya, vagina) mungkin terjadi dari penggunaan antiseptik terbakar seperti jika diatermi digunakan sebelum mengering antiseptik keluar.

Dalam sehari, elektrokauter digunakan secara rutin di hampir semua bioskop operasi. Meluasnya penggunaan zat berbahan alkohol untuk antiseptik kulit serta membersihkan tangan secara signifikan meningkatkan risiko luka bakar pada tim kesehatan karena penggunaan kauter yang berlebihan. Telah diamati bahwa kauter kawat menghasilkan panas yang cukup panas untuk memicu semua antiseptik berbahan alkohol bahkan jika mengandung 20 persen alkohol.

Meskipun risiko cedera iatrogenik bakar sangat tinggi selama kerja rutin ruang operasi, hanya ada laporan kasus sesekali luka bakar parah akibat penggunaan alkohol.
Dalam rangka mengurangi risiko cedera iatrogenik seperti itu, dianjurkan bahwa setiap kali kauter digunakan dekat permukaan tubuh, penggunaanya harus hati-hati dikeringkan.
Electrosurgery

Electrosurgery digunakan dalam operasi elektro diantara alat laboratorium banyak lainnya, dimana arus listrik frekuensi tinggi digunakan untuk memotong, menggumpal, mengeringkan atau jaringan berkilat. Saat pembedahan dilakukan, sering terjadi kehilangan darah saat jaringan dan pembuluh darah dipotong dan mengakibatkan pendarahan. Untuk menghindari atau mengurangi kehilangan darah maka digunakan  electrosurgery.
 Electrosurgery menggunakan arus listrik frekuensi 500 kHz untuk memotong dan mengentalkan jaringan. Ketika arus listrik dilewatkan melalui jaringan, akan terjadi pemanasan mengakibatkan evaporasi yang pada akhirnya akan menghancurkan sel-sel. Dengan demikian, proses pemotongan, pembekuan dan dehidrasi sel-sel darah dan jaringan dapat dilakukan dengan kehilangan darah yang minimal.
Electrosurgery dikembangkan oleh Dr William T. bovie, yang bekerja di Harvard dan menghabiskan tiga belas tahun (1914-1927) mengembangkan perangkat ini. Electrosurgery pertama kali digunakan pada tanggal 1 Oktober 1926 oleh Dr Harvey Williams Cushing.
Electrosurgery digunakan ketika melakukan suatu operasi elektro dan beberapa elektroda. Banyak bentuk seperti monopolar atau bipolar dapat digunakan sebagai konfigurasi elektroda.
                                                                 

Electrosurgery terdiri dari sebuah unit utama, tempat pensil, elektroda pisau, dan jarum elektroda halus, switch pensil dengan kontrol tangan, pedal kontrol kaki, pasien non fleksibel, troli dan  kabel 5 meter.
Electrosurgery harus disimpan pada suhu antara 0-5 derajat Celcius dengan kelembaban 15-90%. Dan dapat terus menerus digunakan dalam suhu 10-14 derajat celcius. Untuk standar kualitas, pemasok unit harus bersertifikat ISO dan CE.
Electrosurgery harus dipastikan bahwa jaringan yang dipotong dan dikeringkan dengan cara yang terkontrol dan harus diperhatikan bahwa pembekuan dilakukan pada tegangan rendah. Alat ini memungkinkan untuk digunakan oleh dua ahli beda.
  • Menggunakan electrode yg sama pd electrocauter tapi beda dalam peralatan
  • Untuk memotong jaringan dilakukan gerak cepat 5-10 cm/s, untuk mengurangi destruktif jaringan sekitar.
  • Biasa untuk operasi otak, limpa,kantong empedu, prostate dan seviks
§  Pada electrosurgery :
§  Jaringan yang terpotong dengan electrosurgery cepat mengalami gelembung. Untuk memotong jaringan dilakukan gerakan cepat 5-10cm/detik dengan tujuan agar supaya mengurangi destruksi jaringan sekitarnya. Electrosurgery biasanya digunakan pada operasi otak, limpa, vesica felea (kantong empedu), prostat dan serviks.


DEFIBRILLATOR

w  SA Node di puncak atrium kanan dekat Vena cava superior ® pace maker® scr sinkron memompa darah ke sirkulasi paru-paru & ke sirkulasi darah sistemik; kehilangan sinkronisasi Þ FIBRILASI
w  Fibrilasi atrium: f(x) ventrikel normal ® ritme jantung iregular
w  Fibrilasi ventrikel: tdk mampu memompa darah; jika tdk dilakukan koreksi dlm bbrp menit ® kematian

w  Penanganan fibrilasi:
- massage jantung (metode mekanik)
- syok listrik pd daerah jantung
  * countershock ® sinkronisasi irama
     jantung
  * defibrilasi ® jika tdk berespons thd
     countershock
Þ defibrillator


Ada 2 : 1. Fibrilasi ventrikel
2. Fibrilasi atrium

Fibrilasi atrium :
Ventrikel masih berfungsi secara normal,tetapi jawaban atrium  tidak memiliki suatu irama yg regular thd rangsangan listrik.

Fibrilasi ventrikel :
Keadaan sangat gawat,pada keadaan ini ventrikel tdk mampu memompa darah dan apabila tdk dilakukan koreksi dlm bebrapa menit saja akan diakhiri dn kematian.

Pengobatan orang yg mengalami fibrilasi
Dgn memberikan syok listrik. 60 Hz AC, 6 Ampere
dlm waktu 0,25 sampai 1 dtk.
Fungsi : mengsinkronkan rhitme jantung è Countershock.
Ada 4 type dasar defibrillator :
  1. AC defibrilator
  2. Capasitive-discharge defibrilator
  3. Capasitive-delay-line defibrilator
  4. Square-wave defibrilator

AC  DEFIBRILATOR
Menggunakan trasnformator step up dgn teg 80-300 V, Arus 4-6 A,
penggunaan dgn interval 250 milisekon pd frekuensi 60 Hz. Diganti
DC defibrilator krn arus AC dpt menyebabkan penderita masuk dlm
keadaan fibrilasi ventrikel. Menghilangkan efek kejang-kejang pd otot
 tulang atau bergaris.


Capasitive Discharge DC defibrillator
Menggunakan sirkuit pelepasan kapasitas diperoleh pulsa yg singkat dgn Ampitudo yg tinggi

Dipergunakan 50-100 J. Apabila elektroda angsung diletakkan dijantung,
Apabila elektroda eksternal yg dipakai maka energi yg dipakai sebesar 400 J.
Energi yg disimpan pada kapasitor :


Square Wave Defibrillator

v  Geddes (1976)è Pelepasan muatan dr kapasitor ke tubuh manusia melalui suatu seri SCR (Silicon Control Rectifier)
v  Manfaat :
            1. Arus peak yg rendah
            2. Tidak menggunakan induktor
            3. Kapasitor yang fipakai sangat kecil
            4. Tidak memakai relay

Selasa, 04 Januari 2011

Batuk ( Cough )


Pendahuluan

Batuk merupakan sebuah gejala penyakit yang paling umum dimana prevalensinya dijumpai pada sekitar 15 % pada anak-anak dan 20% pada orang dewasa. Satu dari sepuluh pasien yang berkunjung ke praktek dokter setiap tahunnya memiliki keluhan utama batuk. Batuk dapat menyebabkan perasaan tidak enak, gangguan tidur, mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan menurunkan kwalitas hidup. Batuk dapat juga menimbulkan berbagai macam komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan, herniasi diskus, hernia inguinalis, patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan inkontinensia urin.

Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan :
Mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas.
Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas.

Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam itu sering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang merupakan gejala dini suatu penyakit. Batuk mungkin sangat berarti pada penularan penyakit melalui udara ( air borne infection ). Batuk merupakan salah satu gejala penyakit saluran nafas disamping sesak, mengi, dan sakit dada. Sering kali batuk merupakan masalah yang dihadapi para dokter dalam pekerjaannya sehari-hari. Penyebabnya amat beragam dan pengenalan patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan penanggulangan penderita batuk.

Mekanisme Terjadinya Batuk
Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma.

Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.

Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut afferen nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi.


Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :

Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.

Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.

Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.

Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.

Penyebab Batuk
Batuk secara garis besarnya dapat disebabkan oleh rangsang sebagai berikut:
Rangsang inflamasi seperti edema mukosa dengan sekret trakeobronkial yang banyak.
Rangsang mekanik seperti benda asing pada saluran nafas seperti benda asing dalam saluran nafas, post nasal drip, retensi sekret bronkopulmoner.
Rangsang suhu seperti asap rokok ( merupakan oksidan ), udara panas/ dingin, inhalasi gas.
Rangsang psikogenik.

Beberapa penyebab batuk

Iritan
- Rokok
- Asap
- SO2
- Gas di tempat kerja
Mekanik
- Retensi sekret bronkopulmoner
- Benda asing dalam saluran nafas
- Post nasal drip
- Aspirasi
Penyakit Paru Obstruktif
- Bronkitis kronis
- Asma
- Emfisema
- Firbrosis kistik
- Bronkiektasis
Penyakit Paru Restriktif
- Pneumokoniosis
- Penyakit kolagen
- Penyakit granulomatosa
Infeksi
- Laringitis akut
- Brokitis akut
- Pneumonia
- Pleuritis
- Perikarditis
Tumor
- Tumor laring
- Tumor paru
Psikogenik
Lain-lain

Komplikasi Batuk
Pada waktu batuk tekanan intratoraks meninggi sampai 300 mmHg. Peninggian tekanan ini diperlukan untuk menghasilkan batuk yang efektif, tetapi hal ini dapat mengakibatkan komplikasi pada paru, ,muskuloskelet, sistem kardiovaskular dan susunan saraf pusat.

Di paru dapat timbul pneumomediastinum, dapat pula terjadi pneumoperitonium dan pneumoretropritonium tapi ini sangat jarang. Komplikasi lainnya adalah pneumotoraks dan emfisema, komplikasi muskuloskletal, patah tulang iga, ruptur otot rektus abdominalis. Komplikasi kardiovaskular dapat berupa bradikardi, robekan vena subkonjungtiva, hidung dan anus serta henti jantung.

Pada sistim saraf pusat dapat terjadi cough syncope, akibat peningkatan tekanan intratoraks terjadi refleks vasodilatasi arteri dan vena sistemik.Hal ini menyebabkan curah jantung menurun dan kadang-kadang berkibat rendahnya tekanan arteri sehingga terjadi kehilangan kesadaran. Syncope terjadi beberapa detik setelah batuk paroksismal.

Dapat pula terjadi gejala konstitusi antara lain insomnia, kelelahan, nafsu makan menurun, muntah, suhu tubuh meninggi dan sakit kepala. Komplikasi lainnya adalah inkontinensia urin, hernia dan prolaps vagina.

Penatalaksanaan Batuk
Penatalaksanaan batuk yang paling baik yang paling baik adalah pemberian obat spesifik terhadap etiologinya. Tiga bentuk penatalaksanaan batuk adalah :

Tanpa pemberian obat
Penderita-penderita dengan batuk tanpa gangguan yang disebabkan oleh penyakit akut dan sembuh sendiri biasanya tidak perlu obat.

Pengobatan spesifik
Pengobatan ini diberikan terhadap penyebab timbulnya batuk.

Pengobatan simtomatik
Diberikan baik kepada penderita yang tidak dapat ditentukan penyebab batuknya maupun kepada penderita yang batuknya merupakan gangguan, tidak berfungsi baik dan potensial dapat menimbulkan komplikasi.

Pengobatan Spesifik
Apabila penyebab batuk diketahui maka pengobatan harus ditujukan terhadap penyebab tersebut. Dengan evaluasi diagnosis yang terpadu, pada hampir semua penderita dapat diketahui penyebab batuk kroniknya.

Pengobatan spesifik batuk tergantung dari etiologi atau mekanismenya. Asma diobati dengan bronkodilator atau kortikosteroid. Post nasal drip karena sinusitis diobati dengan antibiotik, obat semprot hidung dan kombinasi antihistamin-dekongestan, post nasal drip karena alergi atau rinitis non alergi ditanggulagi dengan menghindari lingkungan yang mempunyai faktor pencetus dan kombinasi antihistamin-dekongestan.

Refluks gastroesofageal diatasi dengan meninggikan kepala, modifikasi diet, antasid dan simetidin. Batuk pada bronkitis kronis diobati dengan menghentikan merokok. Antibiotik diberikan pada pneumonia, sarkoidosis diobati dengan kortikosteroid dan batuk pada gagal jantung kongestif dengan digoksin dan furosemid.

Pengobatan spesifik juga dapat berupa tindakan bedah seperti reseksi paru pada kanker paru, polipektomi, menghilangkan rambut dari saluran telinga luar.

Pengobatan Simptomatik
Pengobatan simptomatik diberikan apabila :
Penyebab batuk yang pasti tidak diketahui, sehingga pengobatan spesifik tidak dapat diberikan.
Batuk tidak berfungsi baik dan komplikasinya membahayakan penderita.

Obat yang digunakan untuk pengobatan simptomatik ada dua jenis yaitu antitusif, dan mukokinesis :

Antitusif
Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi.
Secara umum berdasarkan tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yang berkerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.

1.1 Antitusif yang bekerja di perifer
Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran nafas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anastesi langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran nafas.

1.1.1 Obat-obat anestesi
Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol dan garam fenol digunakan dalam pembuatan lozenges . Obat ini mengurangi batuk akibat rangsang reseptor iritan di faring, tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk akibat kelainan salauran nafas bawah.

Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal harus diperhatikan dalam pemakaian obat anestesi topikal yaitu :
Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat.
Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.
Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi.
Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan kejang terutama pada penderita penyakit hati dan jantung.

1.1.2. Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir. Obat ini digunakan sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur. Secara objektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai efek antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan memberikan perbaikan subjektif obat ini banyak dipakai.

1.2 Antitusif yang bekerja sentral.
Obat ini berkerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsangan yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.

1.2.1. Golongan narkotik
Opiat dan derivatnya mempunyai berbagai macam efek farmakologi sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan sesak karena gagal jantung dan anti diare. Diantara alkaloid ini morfin dan kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat nafas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya brokospasme karena pelepasan histamin. Tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapi untuk antitusif.

Kodein merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah satu obat yang paling sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal 20-60 mg atau 40-160 mg per hari biasanya efektif. Kodein ditolerir dengan baik dan sedikit sekali menimbulkan ketergantungan. Disamping itu obat ini sangat sedikit sekali menyebabkan penekanan pusat nafas dan pembersihan mukosiliar.

1.2.2. Antitusif Non-Narkotik
Dekstrometorfan
Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan. Obat ini efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam, dosis dewasa 10-20 mg setiap 4 jam. Anak-anak umur 6-11 tahun 5-10 mg. Sedangkan anak umur 2-6 tahun dosisnya 2,5 – 5 mg setiap 4 jam.
Butamirat sitrat

Obat ini bekerja pada sentral dan perifer. Pada sentral obat ini menekan pusat refleks dan di perifer melalui aktifitas bronkospasmolitik dan aksi antiinflamasi. Obat ini ditoleransi dengan baik oleh penderita dan tidak menimbulkan efek samping konstipasi, mual, muntah dan penekanan susunan saraf pusat. Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu dapat digunakan dalam jangka panjang tanpa efek samping dan memperbaiki fungsi paru yaitu meningkatkan kapasitas vital dan aman digunakan pada anak. Dosis dewasa adalah 3x15 ml dan untuk anak-anak umur 6-8 tahun 2x10 ml sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun dosisnya 2x15 ml.

Difenhidramin
Obat ini tergolong obat antihistamin, mempunyai manfaat mengurangi batuk kronik pada bronkitis. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mengantuk, kekeringan mulut dan hidung, kadang-kadang menimbulkan perangsangan susunan saraf pusat. Obat ini mempunyai efek antikolinergik karena itu harus digunakan secara hati-hati pada penderita glaukoma, retensi urin dan gangguan fungsi paru. Dosis yang dianjurkan sebagai obat batuk ialah 25 mg setiap 4 jam, tidak melebihi 100 mg/ hari untuk dewasa. Dosis untuk anak berumur 6-12 tahun ialah 12,5 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 50 mg/ hari. Sendangkan untuk anak 2-5 tahun ialah 6,25 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 25 mg / hari

Mukokinesis
Retensi cairan yang patologis di jalan nafas disebut mukostasis. Obat-obat yang digunakan untuk mengatasi keadaan itu disebut mukokinesis. Obat mukokinesis dikelompokkan atas beberapa golongan :

1.1. Diluent ( cairan )
Air adalah diluent yang pertama berguna untuk mengencerkan cairan sputum. Cairan elektrolit : larutan garam faal merupakan larutan yang paling sesuai untuk nebulisasi dan cairan lavage , larutan garam hipotonik digunakan pada pasien yang memerlukan diet garam

1.2. Surfaktan
Obat ini bekerja pada permukaan mukus dan menurunkan daya lengket mukus pada epitel. Biasanya obat ini dipakai sebagai inhalasi, untuk itu perlu dilarutkan dalam air atau larutan elektrolit lain. Sulit dibuktikan obat ini lebih baik daripada air atau larutan elektrolit saja pada terapi inhalasi.

1.3. Mukolitik
Obat ini memecah rantai molekul mukoprotein sehinggaa menurunkan viskositas mukus. Termasuk dalam golongan ini antara lain ialah golongan thiol dan enzim proteolitik.


Golongan Thiol
Obat ini memecah rantai disulfida mukoprotein, dengan akibat lisisnya mukus. Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah asetilsistein.

Asetilsistein
Asetilsistein adalah derivat H-Asetil dari asam amino L-sistein, digunakan dalam bentuk larutan atau aerosol. Pemberian langsung ke dalam saluran napas melalui kateter atau bronkoskop memberikan efek segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkus secara nyata. Efek samping berupa stomatitis, mual, muntah, pusing, demam, dan menggigil jarang ditemukan.
Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2-3 kali per oral. Pemberian secara inhalasi dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan 10% setiap 2-6 jam. Pemberian langsung ke dalam saluran napas menggunakan larutan 10-20% sebanyak 1-2 ml setiap jam. Bila diberikan sebagai aerosol harus dicampur dengan bronkodilator oleh karena mempunyai efek bronkokonstriksi.
Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral, juga dapat diberikan secara intravena. Pemberian aerosol sangat efektif dalam mengencerkan mukus.

Di samping bersifat mukolitik, N-Asetilsistein juga mempunyai fungsi antioksidan. N-Asetilsistein merupakan sumber glutation, yaitu sumber yang bersifat antioksidan. Pemberian N-Asetilsistein dapat mencegah kerusakan saluran napas yang disebabkan oleh oksidan. Pada perokok kerusakan saluran napas terjadi karena zat-zat oksidan dalam asap rokok mempengaruhi keseimbangan oksidan dan antioksidan. Dengan demikian pemberian N-Asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan parenkim paru terhadap efek oksidan dalam asap rokok, sehingga mencegah terjadinya emfisem.

Penelitian pada penderita penyakit saluran pernapasan akut dan kronik menunjukkan bahwa N-Asetilsistein efektif dalam mengatasi batuk, sesak napas dan pengeluaran dahak. Perbaikan klinik pengobatan dengan N-Asetilsistein lebih baik bila dibandingkan dengan bromheksin.

Enzim Proteolitik
Enzim protease seperti tripsin, kimotripsin, streptokinase, deoksiribonuklease dan streptodornase dapat menurunkan viskositas mukus. Enzim ini lebih efektif diberikan pada penderita dengan sputum yang purulen. Diberikan sebagai terapi inhalasi. Tripsin dan kimotripsin mempunyai efek samping iritasi tenggorokan dan mata, batuk, suara serak, batuk darah, bronkospasme, reaksi alergi umum, dan metaplasia bronkus. Deoksiribonuklease efek sampingnya lebih kecil, tetapi efektifitasnya tidak melebihi asetilsistein.

1.4. Bronkomukotropik
Obat golongan ini bekerja langsung merangsang kelenjar bronkus. Zat ini menginduksi pengeluaran seromusin sehingga meningkatkan mukokinesis. Umumnya obat-obat inhalalasi yang mengencerkan mukus termasuk dalam golongan ini. Biasanya obat ini mempunyai aroma. Contoh obat ini adalah mentol, minyak kamper, balsem dan minyak kayu putih.
Vicks vapo Rub® mengandung berbagai minyak yang mudah menguap, adalah bronkomukotropik yang paling populer.

1.5. Bronkorrheik
Iritasi permukaan saluran napas menyebabkan pengeluaran cairan. Saluran napas bereaksi terhadap zat-zat iritasi yang toksik, pada keadaan berat dapat terjadi edema paru. Iritasi yang lebih ringan dapat berfungsi sebagai pengobatan, yaitu merangsang pengeluaran cairan sehingga memperbaiki mukokinesis. Contoh obat golongan ini adalah larutan garam hipertonik.

1.6. Ekspektoran
Ekspektoran adalah obat yang meningkatkan jumlah cairan dan merangsang pengeluaran sekret dari saluran napas. Hal ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui :
- refleks vagal gaster
- stimulasi topikal dengan inhalasi zat
- perangsangan vagal kelenjar mukosa bronkus
- perangsangan medula

Refleks vagal gaster adalah pendekatan yang paling sering dilakukan untuk merangsang pengeluaran cairan bronkus. Mekanisme ini memakai sirkuit refleks dengan reseptor vagal gaster sebagai afferen dan persarafan vagal kelenjar mukosa bronkus sebagai efferen.
Termasuk ke dalam ekspektoran dengan mekanisme ini adalah :
- Amonium klorida
- Kalium yodida
- Guaifenesin ( gliseril guaiakolat )
- Sitrat ( Natrium sitrat )
- Ipekak

Kalium yodida
Obat ini adalah ekspektoran yang sangat tua dan telah digunakan pada asma dan bronkitis kronik. Selain sebagi ekspektoran obat ini mempunyai efek menurunkan elastisitas mukus dan secara tidak langsung menurunkan viskositas mukus. Mempunyai efek samping angioderma, serum sickness, urtikaria, purpura trombotik trombositopenik dan periarteritis yang fatal. Merupakan kontraindikasi pada wanita hamil, masa laktasi dan pubertas. Dosis yang dianjurkan pada orang dewasa 300 - 650 mg, 3-4 kali sehari dan 60-250 mg, 4 kali sehari untuk anak-anak.

Guaifenesin ( gliseril guaiakolat )
Selain berfungsi sebagai ekspektoran obat ini juga memperbaiki pembersihan mukosilia. Obat ini jarang menunjukkan efek samping. Pada dosis besar dapat terjadi mual, muntah dan pusing. Dosis untuk dewasa biasanya adalah 200-400 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 2-4 gram per hari. Anak-anak 6-11 tahun, 100-200 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 1-2 gram per hari, sedangkan untuk anak 2-5 tahun, 50-100 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 600 mg sehari.

1.7. Mukoregulator
Obat ini merupakan mukokinetik yang bekerja pada kelenjar mukus yang mengubah campuran mukoprotein sehingga sekret menjadi lebih encer, obat yang termasuk golongan ini adalah bromheksin dan S-karboksi metil sistein.

Bromheksin
Bromheksin adalah komponen alkaloid dari vasisin dan ambroksol adalah metaboliknya. Obat ini meningkatkan jumlah sputum dan menurunkan viskositasnya. Juga ia merangsang produksi surfaktan dan mungkin bermanfaat pada sindrom gawat napas neonatus. Kedua obat ini ditoleransi dengan baik, tetapi dapat menyebabkan rasa tidak enak di epigastrium dan mual. Harus hati-hati pada penderita tukak lambung. Dosis bromheksin biasanya 8-16 mg 3 kali sehari, sedangkan ambroksol 45-60 mg sehari.

S-karboksi metil sistein
Obat ini adalah derivat sistein yang lain, juga bermanfaat menurunkan viskositas mukus. Dosis obat ini biasanya 750 mg 3 kali sehari. Obat ini memberikan efek setelah diberikan 10-14 hari.

1.8. Mediator Otonom
Stimulator yang palin poten untuk sekresi saluran napas adalah obat-obat kolinergik seperti asetilkolin dan metakolin. Kenyataannya obat ini sangat kuat sehingga menimbulkan banyak efek samping antara lain bronkospasme.
Obat-obat simpatomimetik juga bisa merangsang pengeluaran sekret. Obat Beta 2 agonis juga menyebabkan bronkodilatasi dan merangsang pergerakan silia. Oleh karena itu menfaat ini dalam mekanisme pengeluaran sekret tidak diketahui dengan jelas.

Kesimpulan
Meskipun batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan sekret dan benda asing dari saluran napas, tetapi bila gejala ini berlangsung lama dan terus menerus, akan sangat menggagu bahkan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Untuk itu perlu ditanggulangi dengan baik.

Penatalaksanaan batuk yang paling baik adalah dengan menghilangkan faktor penyebabnya yaitu dengan mengatasi berbagai macam gangguan atau penyakit yang merangsang reseptor batuk. Batuk kronik pada perokok paling baik ditanggulangi dengan menghentikan kebiasaan merokok.

Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab batuk tidak dapat ditentukan dengan tepat, bila batuk tidak berfungsi dengan baik atau sangat mengganggu serta dikhawatirkan akan menimbulkan komplikasi.

N-Asetilsistein adalah mukolitik yang sangat efektif untuk mengencerkan sputum. Mempunyai manfaat pada penyakit saluran napas akut dan kronik. Obat ini mempunyai efek lain, yaitu antioksidan, sehingga bermanfaat mencegah kerusakan paru oleh oksidan dalam asap rokok.

About Me